Dalam Kasus Aliran Dana BLUD RSUD Praya, Bendahara Dapat Bebas Dari Jeratan Pidana? Ini alasannya…..
Lombok Tengah, (lombokupdatenews) – Masih bergulirnya kasus dan proses tersangka Tipikor di lingkup RSUD Praya, dimana menyebutkan adanya keterlibatan Direktur ML, Bendahara dan PPK. Praktisi hukum sekjen GNP tipikor L Deni rusmin jayadi SH, angkat bicara menurut hematnya dugaan serta pasal pasal yang dituduhkan terhadap semua tersangka , yang kemudian dikatakan berkas lengkap serta ada peristiwa melanggar hukum yang didapat dalam tahap penyelidikan serta proses hukum Kasus aliran BLUD RSUD Praya sehingga telah ditetapkannya tersangka oleh pihak kejaksaan telah sesuai dengan kaidah kaidah dan proses hukum yang ada.
“Sehingga jaksa menetapkan para tersangka sesuai perannya masing masing orang, dalam peristiwa hukum tersebut”jelasnya
Namun lanjut Deni , dalam perspektif dangkal pihaknya dalam kasus ini didasarkan dan bersumber pada informasi dan pemberitaan dibeberapa media, yang sangat menarik untuk dibahas lebih dalam terkait “Peran dan efek/konsekuensi hukum” yg diterima oleh Bendahara yg ikut terseret dan ditetapkan juga sebagai tersangka. Dalam kitab hukum pidana Indonesia sebagai salah satu hukum materil dikenal istilah alasan pembenar dan alasan pemaaf yg mana keduanya tersebut merupakan alasan penghapus pidana yaitu alasan-alasan yang menyebabkan seseorang tidak dapat dipidana atau dijatuhi hukuman, hal ini termuat dalam pasal 44 KUHP sampai dengan pasal 59 KUHP.
Kaitannya dengan peristiwa hukum yang menimpa bendahara dalam pusaran kasus BLUD RSUD Praya tersebut maka menurut Deni bisa diterapkan kaidah kaidah hukum diatas. Karena dalam peristiwa hukum ini ada pemberi perintah (Direktur Rmh sakit) dan penerima perintah (Bendahara) yang sebab UU/peraturan dan jabatannya harus tunduk dan taat pada perintah atasan, hal ini lebih jauh bisa dilihat dalam pasal 51 ayat (1) KUHP sebagai alasan pembenar. Yang dimaksud dalam alasan pembenar adalah alasan yang meniadakan sifat melawan hukumnya suatu perbuatan.
Sehingga menurut hemat nya sementara ini Bendahara punya peluag dapat terlepas dari jeratan pidana.
Ditambahkan nya selanjutnya bila mengurai kandungan serta unsur dari rumusan pasal 51 KUHP dapat diketahui bahwa undang-undang telah mensyaratkan bahwa “perintah jabatan” itu haruslah diberikan oleh “hel bevoegde gezag” atau oleh “kekuasaan yang berwenang” untuk mengeluarkan perintah semacam itu. Kemudian Bahwa orang itu melakukan perbuatan atas suatu perintah jabatan. Antara pemberi perintah dengan orang yang diperintah harus ada perhubungan yang bersifat kepegawaian Negeri, bukan pegawai partikelir.
Tetapi yang perlu ialah bahwa antara yang diperintah dengan yang memberi perintah ada kewajiban untuk menaati perintah tersebut . Sehingga mengacu pada pasal tersebut , maka layak kiranya atau sepatutnya bisa terlepas dari jeratan pidana sebab pada pasal 51 KUHP merupakan salah satu alasan pembenar atau alasan penghapus pidana yang mana menyebabkan seseorang tidak dapat dijatuhi hukuman pidana. Bisa saja dlam kasus ML terdapat tekanan lebih besar atau perintah yg lebih besar lagi dari pemegang kekuasaan diatasnya direktur bila hal ini dikaitkan dengan kicauan langkir
“Jadi dengan istilah direktif pimpinan adalah tugas sebagai berntuk loyalitas bawahan kepada atasan disinilah pimpinan sebagai pemilik kuasa kewenangan itu seringkali melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengatas namakan kebijakan pimpinan dan melakukan penyalah gunaan kewenangan.”tutupnya.(Lu01)