LombokTengah(lombokupdatenews) – “Permata dari Lombok” mungkin itulah kalimat yang tepat unutk menggambarkan seorang Muhammad Nursandi atau yang lebih akrab Sandi Amaq Rinjani.
Pria kelahiran Rensing Lombok Timur ini sudah menorehklan banyak prestasi baik di kancah Nasional maupun Internasional, melalui karya film mulai dokumenter hingga fiksi, yang membuat namanya melejit dan dikenal banyak orang.
Puluhan film telah ia buat mulai dari My Name Is Amrulloh yang dibuat pada tahun 1999, hingga film Perempuan Sasak Terakhir yang diproduksi pada tahun 2011 lalu.
Berkat karya-karyanya ini, Sandi mendapatkan sejumlah penghargaan Sutradara Terbaik The Best Artistik di salah satu TV swasta, Masuk dalam nominasi 25 Judul Film Nasional yang di unggulkan dalam Apresiasi Film Indonesia (AFI) dengan Film “Perempuan Sasak Terakhir”Penghargaan Film Berbahasa Daerah terbaik untuk Film “Perempuan Sasak Terakhir,” dalam Festival AFI Masuk dalam 6 Finalis Film Video Kreatif Rakyat dalam kategori Profesional yang diselenggarakan Indonesia tahun 2013.
Sederet keberhasilan yang diraih membuatnya di undang ke Istanana Negara dan diberikan penghargaan oleh Presiden Shusilo Bambang Yhudoyono kala itu.
“Alhamdulillaah dan saya juga mendapatkan penghargaan dari Presiden SBY saat itu, ujarnya saat ditemuia Lombokupdatnews.com.
Ia menceritakan, untuk memproduksi sebuah film membutuhkan biaya operasional yang sangat besar mulai dari peralatan syuting hingga editing.
“Untuk pembuatan film memerlukan dana yang besar, untuk film Perempuan Sasak terakhir saja kami menhabiskan dana sebesar 1,8 M,” terangnya.
Saat ini ia memiliki mimpi besar, untuk memproduksi sebuah film yang menggambarkan tentang identitas masyarakat sasak yang sesungguhnya. Hanya saja biaya produksi menjadi kendalanya saat ini.
“Saya ingin sekali memproduksi film yang berbicara tentang kesadaran komunal masyarakat sasak ini, dan saya tetap akan membuat film-film yang membuat saya gelisah di kehidupan era modrn saat ini,” tambahnya.
Kaena menurtnya dunia modern ini meluluhlantakkan peradaban, dan telah meresap di setiap sendi kehidupan. Contohnya anak-anak sekarang mereka lebih mengenal games daripada mengenal siapa yang seharusnya mereka kenal bahkan lebih parah lagi tidak mau lagi menghargai orang tuanya dan sebagainya.
“Untuk itulah niat saya sebetulnya ingin membuat film yang membuat mereka tersadarkan dan bisa tersentuh,” tandasnya. (Lu-05)