Oleh : Fahrurozi ( Ojhi)
Divisi Kebijakan Ekonomi dan Sosial Kawal NTB
Pemda Lombok tengah telah mengaturnya dalam Perda No 7 tahun 2021 Kabupaten Lombok Tengah Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan. Akan tetapi yang terjadi tidak adanya ketegasan dalam pelaksanaanya.
Sebut Saja Pasar Renteng Praya, disitu dibangun pusat perbelanjaan dan Toko Swalayan dalam satu tempat, sebut saja retil modern Alfamart .
Padahal dalam Perda itu jelas mengatur Lokasi, Jumlah dan jarak antara Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan. ” pada Pasal 15
Penetapan zonasi lokasi pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan harus:
a. mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar,
b. memperhatikan keberadaan Pasar Rakyat, Koperasi dan/atau UMK yang berada di sekitarnya;
c. mempertimbangkan pemanfaatan ruang dalam rangka menjaga keseimbangan antara jumlah Pasar Rakyat dengan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan; dan
d. memperhatikan jarak antara Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan dengan Pasar Rakyat atau toko eceran tradisional.
Pada point ” d ” jelas mengatakan bahwa memperhatikan jarak antara pusat Perbelanjaan dan toko swalayan dengan Pasar Rakyat atau toko eceran Tradisional.
“Ini yang kami katakan bahwa akan mematikan toko eceran tradisional yang ada di pasar rakyat dikarenakan disitu juga berdiri Toko Swalayan Modern”, dan jelas pemerintah tidak memperhatikan pedagang kecil.
Lebih lanjut, dalam ketentuan jarak menginstruksikan, ” Bagian Kedua tentang Jarak “Pasal 22 berisi :
(1) Pemerintah Daerah wajib menetapkan jarak antara Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan.
(2) Jarak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
a. jarak antara Pasar Rakyat dengan Pasar Rakyat lainnya paling dekat 1 km (satu kilometer);
b. jarak antara Pusat Perbelanjaan, hipermarket dan grosir/perkulakan dengan Pasar Rakyat paling dekat 3 km (tiga kilometer);
c. jarak antara supermarket, departement store, minimarket dan Minimarket Waralaba dengan Pasar Rakyat paling dekat 1 km (satu kilometer);
d. jarak antara Pusat Perbelanjaan dengan Pusat Perbelanjaan lainnya paling dekat 3 km (satu kilometer);
e jarak antara hipermarket dan grosir/perkulakan dengan Pusat Perbelanjaan paling dekat 3 km (tiga kilometer);
f. jarak antara supermarket, departement store, minimarket dan Minimarket Waralaba dengan Pusat Perbelanjaan paling dekat 1 km (satu kilometer);
g. jarak antara hipermarket dan grosir/perkulakan dengan hipermarket dan grosir/perkulakan lainnya paling dekat 3 km (tiga kilometer);
h. jarak antara supermarket, departement store, minimarket dan Minimarket Waralaba dengan hipermarket dan grosir/perkulakan paling dekat 1 km (satu kilometer);
i jarak antara supermarket dan departement store dengan supermarket dan departement store lainnya paling dekat 1 km (satu kilometer);
j. jarak antara minimarket dan Minimarket Waralaba dengan supermarket dan departement store paling dekat 1 km (satu kilometer);
k. jarak antara Minimarket Waralaba dengan Minimarket Waralaba lainnya paling dekat 1 km (satu kilometer);
l. jarak antara Minimarket Waralaba dengan minimarket paling dekat 1 km (satu kilometer); dan
m. jarak antara minimarket dengan minimarket lainnya paling dekat 500 m (lima ratus meter).
Lagi- lagi kami katakan bahwa ketentuan Pasal 22 ayat 2 huruf j, k, l, m. ini jelas jelas di langgar oleh pengusaha yang mengajukan ijin dan pemerintah sebagai pemberi izin.
Contoh Kongkritnya pada pemberian izin pembangunan Retail modern Waralaba Alfamart, yang jelas jelas telah mengangkangi aturan diatas.
Setidaknya ada 24 Retil modern Alfamart di Kota Praya. Yang dibangun tidak mempehatikan jarak pendirian dengan Pasar Rakyat , Alfamart Indomaret yang dibuat berdampingan maupun jarak alfamart dan indomaret kurang dari 1 Kilometer.
Sikap dan peran pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Perizinan menyatakan bahwa tidak pernah mengeluarkan izin usaha modern secara langsung, karena izin kasus IMB ditangani Dinas PUPR, dan pengurusan NIB kini lewat OSS online .
Satpol PP kadang tidak bisa bertindak tanpa instruksi dari OPD pengampu, sehingga penegakan belum maksimal .
DPRD (Komisi II) sudah meminta verifikasi dan pengawasan ketat dari OPD, Camat, dan Kepala Desa terkait izin yang tidak sesuai lapangan .
Dampak terhadap pedagang tradisional dan UMKM
Pendapatan pedagang lokal menurun, omset mereka tertekan karena konsumen mulai beralih ke ritel modern
Persaingan tidak sehat muncul karena kelebihan modal dan fasilitas ritel modern: kualitas barang, layanan, kemudahan akses, serta perilaku konsumtif konsumen .
Sejumlah pengusaha kecil bahkan melaporkan kegagalan usaha dan pengurangan peluang usaha karena kalah bersaing langsung .
Untuk itu kami meRekomendasikan untuk:
1. Moratorium penerbitan izin ritel modern sampai regulasi diperbaiki untuk proteksi UMKM dan pasar rakyat.
2. Verifikasi dan pembenahan izin yang sudah ada—terutama IMB, IUTM, jarak lokasi—dikolaborasikan oleh OPD, Camat, hingga Kepala Desa .
3. Penegakan tegas Perda melalui Satpol PP, didukung surat resmi dari OPD, serta sanksi jelas bagi pelanggar .
4. Dukungan UMKM lokal: akses pembiayaan, pelatihan digital marketing, dan program belanja lokal (pasar rakyat), untuk membantu bersaing.
5. Sosialisasi publik mengenai Perda kepada masyarakat agar memahami aturan jarak dan mendorong perilaku belanja pada pasar tradisional.(**)