Lombok Tengah,(lombokupdatenews) – Isu mengenai Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKRS) semakin mencuat akhir-akhir ini. Termasuk setelah mencuatnya beberapa kasus mengenai pernikahan dini.
Yang menjadi persoalan utama sebenarnya adalah adanya media baik itu media sosial maupun media mainstream yang tidak menyampaikan berita dari segala sudut pandang sehingga bisa menimbulkan pemahaman yang salah karena informasi yang tidak lengkap.
Hal itu disampaikan Koordinator Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) Safrudin saat acara diskusi tematik bertema ‘Pemberitaan Ramah Anak Terkait Isu HKSR dan KBGS’.
Safrudin menegaskan pentingnya mempertimbangkan aspek sensitivitas dalam pemberitaan HKSR. Seperti menghindari narasi ataupun diksi yang menyudutkan korban kekerasan seksual.
Narasi yang dibangun pada sebuah pemberitaan kekerasan seksual harusnya bisa memulihkan mental, dan membangun semangat positif pada korban. Narasumber yang memahami HKSR/KBGS harus dikedepankan dalam hal ini.
“Jurnalis harus mementingkan sudut pandang korban, mencari akar masalah secara objektif, dan mengangkat kebutuhan korban,” kata Safrudin dalam acara yang digelar pada Rabu (25/6) di Bonjeruk itu.
Sementara Haikal sebagai perwakilan YGSI menyampaikan bahwa YGSI sejak 2022 telah aktif mendampingi media lokal dalam memahami dan mengangkat topik HKSR secara lebih sensitif dan berpihak pada remaja. Program ini juga mendorong keterlibatan jurnalis dalam mengangkat hasil riset dan pengalaman lapangan terkait HKSR serta menjembatani komunikasi antara peneliti dan awak media.
Disampaikan, lembaganya memfokuskan kerja isu HKSR, serta Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual (KBGS). Di NTB sendiri YGSI telah bekerja di Lombok Timur dan Lombok Tengah dalam upaya mendorong kesadaran publik dan media terhadap isu-isu ini.
“Kami ingin media menyampaikan berita yang adil, berpihak, dan tidak menyudutkan korban,” ungkap Haekal.
Mengenai tujuan kegiatan ini sendiri adalah untuk memperkuat kapasitas media dalam menyampaikan informasi yang adil, dan berpihak terhadap isu-isu remaja dan kesetaraan gender.
Sementara itu Soefyan Ardi selaku salah satu wartawan senior yang hadir dalam kegiatan itu mengakui media memiliki peran sentral dalam membangun sudut pandang masyarakat. Media bisa menjadi agen perubahan sosial yang mendorong kesadaran kolektif terhadap pentingnya keadilan dan kemanusiaan.
“Media adalah penggerak opini. Apa yang ditulis jurnalis, akan menjadi referensi berpikir masyarakat,” ujar Soefyan.
Sehingga ditekankannya, bahwa jurnalis perlu memahami secara mendalam metode penulisan yang inklusif. Dia pun berharap agar perusahaan media untuk terus meningkatkan kapasitas jurnalisnya.
“Dan yang paling penting sebenarnya adalah bahwa wartawan harus bekerja sesuai dengan kode etik jurnalistik,” pungkasnya. (Lu01)